Pages

CHEMISTRY IS A MIRACLE ONE
Subscribe:

Jumat, 30 Oktober 2009


Ditulis oleh Abdul Khoir Senin, 5 Oktober 2009

Antisipasi Global Warming, 1800 Pohon Ditanam Serentak
Koordinator penanaman pohon HUT Fransiskus Asisi ke-800, Hermas menyampaikan bahwa kegiatan yang melibatkan pelajar dari SMA Don Bosko serta SMP Sugio Pranoto tersebut merupakan rangkaian kegiatan untuk menyelamatkan bumi dari pemanasan global yang isunya semakin menghangat.
“40 kelompok yang dalam tiap kelompoknya terdapat 20 pelajar, serentak menanam pohon dan nanti mereka juga akan merawatnya,” papar Hermas.
Jenis pohon yang ditanam bervariasi yakni Albasia, Meranti, Gaharu dan Pohon Buah Matoa.
Kepala Dinas Hutbun, Sumadi Haryoko, bahwa penanaman pohon tersebut merupakan salah satu bentuk kepedulian terhadap bumi dengan memberikan pendidikan tentang cinta lingkungan yang dimulai dengan menanam pohon.
”Program satu orang satu pohon itu merupakan salah satu program yang baik, namun setelah ditanam selayaknya dirawat agar dapat tumbuh besar,” papar Sumadi.
Sumadi memandang apa yang digagas oleh Fransiskus Asisi dan pihak swasta dalam hal ini PT Finnantara yang juga membantu penyediaan bibit pohon selain Dinas Hutbun, perlu dicontoh perusahaan serta organisasi lainnya.
Sumadi juga mengharapkan kepada masyarakat untuk juga ikut andil dalam program 5 juta pohon yang dimulai dari pekarangan rumah dengan tanaman buah serta pohon dilahan atau hamparan yang terbakar ataupun gundul.
”Saat ini memang kita tidak merasakan nikmatnnya, namun nanti anak cucu kita yang akan menuai hasil yang telah kita perbuat dimasa sekarang,” jelasnya lagi.
________________________________________

Penggunaan CFC dan Akibatnya bagi Kehidupan
Oleh Mery Napitupulu*
OZON (O3) adalah molekul yang terdiri dari tiga atom oksigen yang berbentuk gas pada suhu kamar. Ikatan antar atom oksigen dalam molekul ozon ini agak lemah dibandingkan dengan molekul oksigen yang terdiri atas dua atom (O2), sehingga salah satu dari ketiga atom oksigennya mudah lepas dan bereaksi dengan molekul yang lain. Lapisan Ozon yang terdapat di stratosphere, kira-kira 10-50 km di atas permukaan bumi, memegang peranan yang sangat berharga untuk melindungi kita dari bahaya sinar ultraviolet Secara alamiah ozon terutama terbentuk dari hasil proses fotodisosiasi, di mana matahari mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses ini. Di samping itu, di permukaan bumi ada precursor ozon yaitu gas-gas yang mengakibatkan terbentuknya ozon seperti metana (CH4), nitrogen oksida (NO) dan karbon monoksida (CO). Uap air dan klorin merupakan bahan perusak ozon. Gas-gas ini, baik gas pembentuk ozon maupun gas perusak ozon, biasanya merupakan gas-gas polutan dan banyak terdapat pada daerah-daerah yang mempunyai tingkat polusi yang tinggi.
Ozon terutama terbentuk dan terurai di daerah ekuator di mana terdapat hutan tropis yang cukup luas. Secara alamiah, alam telah mengatur fenomena transportasi yang akan membawa gas-gas yang terdapat di permukaan bumi ini ke lapisan di atasnya dan mendistribusikan ozon ke daerah lintang yang lebih tinggi, dan terakumulasi di daerah kutub.Ozon mengabsorpsi radiasi ultraviolet yang mempunyai panjang gelombang 400 nm yang dipancarkan matahari yang dikenal sebagai radiasi UV-B. Radiasi UV-B yang menembus atmosfer akan mencapai bumi tanpa filter dari lapisan ozon dan menimbulkan radiasi UV-B secara berlebih.
Keberadaan ozon di permukaan bumi atau di lapisan troposfer harus diminimalkan karena di bumi ozon bisa berkontak langsung dengan lingkungan atau kehidupan dan menunjukkan sisi destruktifnya. Oleh karena itu, ozon di lapisan ini biasa disebut "ozon jelek". Karena ozon bereaksi sangat kuat dengan molekul lain, ozon dengan konsentrasi tinggi berbahaya bagi kehidupan. Beberapa studi menyatakan adanya efek yang berbahaya dari ozon terhadap produksi panen, pertumbuhan, hutan dan kesehatan manusia. Efek ini kontras dengan efek ozon stratosfer yang menguntungkan. Oleh sebab itu, keberadaan ozon di atmosfer mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan di bumi ini. Mengingat hal tersebut maka keberadaan ozon di atmosfer harus selalu dipantau agar dapat diupayakan tindakan-tindakan antisipasi yang diperlukan.
Choloroluorocarbon (CFC)
Tetapi sejak tahun 1970 an, zat-zat kimia seperti chlorofluorocarbon (CFC) dan hydrochlorofluorocarbon (HCFC) sudah menyebabkan penipisan lapisan Ozon. Karena zat kimia perusak lapisan Ozon ini sangat stabil, sehingga bisa mencapai stratosphere secara utuh. Ketika berada di stratosphere, zat kimia ini dirubah oleh radiasi ultraviolet dari sinar matahari dan mengeluarkan atom-atom klorin perusak Ozon. Dan setelah lapisan Ozon menipis, jumlah bahaya ultraviolet yang mencapai bumi bertambah antara lain menyebabkan perubahan ekosistim, kanker kulit, dan katarak.
Chlorofluorocarbon (CFC) dikembangkan oleh Dr. Thomas Midgley pada tahun 1928 sebagai pengganti amoniak, pendingin pada lemari es. CFC juga digunakan secara luas sebagai pembentuk buih, detergen dan sebagai air conditioner, gas pendorong (spray), pembersih dan plastik foam, serta bahan pemadaman kebakaran dikarenakan sifat-sifatnya yang sangat stabil, dan menjadi suatu zat kimia yang sangat penting untuk mempertahankan kemajuan teknologi industri dan kenyamanan hidup. Tetapi pada tahun 1974, sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh Prof. Sherwood Rowland dan Prof. Mario Molina dari University of California, mengatakan bahwa gas-gas CFC menimbulkan penipisan lapisan Ozon. Peningkatan sinar ultraviolet yang disebabkan oleh penipisan lapisan Ozon mungkin bukan hanya memberikan efek yang tidak baik terhadap kesehatan seperti kanker kulit dan katarak, tetapi juga merusak gen dan membahayakan keselamatan hewan dan tumbuhanan. Cholorofluorocarbon (CFC) sering menjadi pilihan untuk pemakaian dalam jumlah besar karena toksisitasnya yang rendah sehingga resiko pemakaiannya juga dianggap rendah. Saat ini pemakaian CFC dilarang karena klorin yang ada dalam bahan kimia ini mempengaruhi terhadap penipisan lapisan ozon.
Pada Protokol Montreal bulan September 1987, dicapai kesepakatan Internasional guna melindungi lapisan ozon. Kesepakatan itu antara lain produksi dan penggunaan CFC-11, CFC-12, CFC-113, CFC-114, halon, karbon tetraklorida, dan metil kloroform harus dihentikan, kecuali untuk penggunaan khusus. Selain itu, industri diharapkan mengembangkan bahan pengganti CFC yang bersahabat dengan ozon (ozone-friendly). Protokol Montreal ini ditandatangani oleh 41 negara termasuk Indonesia dan sekarang ini Indonesia berencana untuk melarang impor metil bromida dan CFC yang merupakan BPO (Bahan Perusak Ozon), mulai 1 Januari 2008, atau dua tahun lebih cepat dari tenggang waktu yang ditargetkan Protokol Montreal untuk penghapusan CFC di negara-negara berkembang, dan tujuh tahun lebih cepat untuk penghapusan metil bromida.
* Mery Napitupulu adalah Dosen Kimia Anorganik pada Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Tadulako Palu.

Jumat, 23 Oktober 2009







Lapisan-lapisan atmosfer bumi terdiri dari :

1. Troposfer / Troposfir
Ketinggian troposfer : 0 - 15 km
Suhu lapisan troposfir : 17 - -52 derajat celcius
Kurang lebih 80% gas atmosfer berada pada bagian ini

2. Stratosfer / Stratosfir
Ketinggian stratosfer : 15 - 40 km
Suhu lapisan stratosfer : -57 derajat celcius
Lapisan ozon yang memblokir atau menahan sinar ultraviolet berada pada lapisan ini.

3. Mesosfer / Mesosfir
Ketebalan Mesosfer : 45 - 75 km
Suhu lapisan stratosfer : -140 derajat celcius
Suhu yang sangat rendah dan dingin dapat menyebabkan awan noctilucent yang terdiri atas kristal-kristal es

4. Thermosfer / Thermosfir
Ketebalan themosfer : 75 - 100 km
Suhu lapisan stratosfer : 80 derajat celcius

5. Ionosfer / Ionosfir
Ketebalan ionosfer : 50 - 100 km
Adalah lapisan yang bersifat memantulkan gelombang radio. Karena ada penyerapan radiasi dan sinar ultra violet maka menyebabkan timbul lapisan bermuatan listrik yang suhunya menjadi tinggi

6. Eksosfer / Eksosfir
Ketebalan eksosfer : 500 - 700 km
Suhu lapisan stratosfer : -57 derajat celcius
Tidak memiliki tekanan udara yaitu sebesar 0 cmHg

Senin, 19 Oktober 2009

Air Limbah Menghasilkan Listrik dan Air Terdesalinasi
Kata Kunci: air limbah. desalinasi air limbah, desalinasi air laut
Ditulis oleh Indygo Morie pada 18-08-2009

090806112601Suatu proses yag dapat membersihan air limbah dan juga dapat menghasilkan sumber listrik dapat diterapkan untuk mengurangi 90 persen garam yang terkandung dalam suatu larutan atau air laut, hal ini dinyatakan oleh tim peneliti internasional dari China dan Amerika.

Air bersih untuk minum, mencuci, dan industri terdapat dalam jumlah yang terbatas dibeberapa Negara yang ada di dunia. Ketersediaannya di masa yang akan datang menjadi salah satu permasalahan dunia. Beberapa Negara menerapkan proses desalinasi air dengan menggunakan osmosis balik-yaitu proses yang menerapkan tekanan tinggi pada air melalui suatu membran yang hanya dapat dilewati oleh molekul air bukan molekul garamnya-atau ada juga yang menerapkan elektrodialisis yaitu proses yang menggunakan listrik untuk memisahkan ion-ion garam dari air melalui suatu membrane. Yang perlu di catat kedua proses diatas sama-sama mengkonsumsi energi yang tinggi.

“Desalinasi air dapat dilakukan tanpa energi listrik atau tekanan yang tinggi dengan cara menggunakan sumber materi organic sebagai bahan bakar untuk mendesalinasi air”, para peneliti melaporkan dalam jurnal Environmental Science and Technology.

“Salah satu kendala yang dihadapi untuk proses desalinasi air adalah dibutuhkannya energi listrik yang cukup banyak, dan dengan menggunakan desalinasi sel mikroba kami secara nyata dapat mendesalinasi air sekaligus menghasilkan listrik pada saat kami mengambil material organic dari air limbah”, kata Bruce Logan, Profesor Kappe dari Environmental Engineering, Penn State.

Tim tersebut memodifikasi mikroba fuel sel yaitu suatu alat yang mengunakan bakteri secara alami untuk mengubah air limbah menjdai air bersih dan listrik-sehingga alat ini dapat dipakai untuk desalinasi air laut.

“Tujuan kami adalah untuk menunjukkan bahwa dengan menggunakan bakteri kami dapat memproduksi sejumlah arus listrik yang mampu melakukan hal ini”, kata Logan. “Bagaimanapun juga proses ini membutuhkan 200 mililiter air limbah buatan-asam cuka dalam air-untuk mendesalinasi 3 mililiter air garam. Hal ini bukan merupakan hal praktis sebab sistem kami belum teroptimalkan tapi hal ini cukup memberi bukti bahwa konsep yang kami ajukan terbukti berhasil.

Mikroba fuel sel terdiri dari dua bilik, satu bilik diisi dengan air limbah atau nutrien dan satunya diisi dengan air, setiap bilik terdapat elektroda. Secara alami bakteri yang terdapat dalam limbah akan mengkonsumsi material organic yang terdapat dalam limbah dan sekaligus meghasilkan arus listrik.

Dengan sedikit mengubah mikroba fuel sel yaitu dengan cara menambah bilik ketiga diantara dua bilik yang sudah ada dan meletakkan sejumlah membrane yang spesifik terhadap ion—yaitu membrane yang dapat dilewati ion positif aja atau sebaliknya dan tidak dapat dilewati keduanya –yang diletakkan diantara bilik pusat dan elektroda positif dan negative. Air yang mengandug garam kemudian diletakkan di bilik ini.

Air laut mengandung sekitar 35 gram perliter sedangkan air garam biasanya haya 5 gram perliter. Garam tidak hanya terlarut dalam air akan tetapi juga terdisosiasi menjadi ion positif dan negative. Pada saat bakteri dalam fuel sel tersebut mengkonsumsi material yang ada dalam air limbah maka akan dihasilkan proton. Proton ini tidak bisa melewati membrane anion sehingga ion negative dari bilik pusat akan megalir ke bilik tempat air limbah untuk menyeimbangkan ion positif. Pada elektroda yang lain proton terkonsumsi sehingga ion positif dari bilik pusat mengalir ke bilik tersebut. Hasil proses totalnya air laut / air garam yang ada di bilik pusat akan terdesalinasi.

Dikarenakan gram membantu fuel sel untuk menghasilkan listrik maka etika bilik pusat enjadi semakin encer (kadar garamnya berkurang) maka konduktifitas sel berkurang dan produksi listrikpun berkurang juga, hal inilah yang menyebabkan mengapa hanya 90 persen kadar garam yang bisa dihilangkan.

Permasalahan lain adalah ketika proton dihasilkan pada salah satu elektroda dan proton dikonsumsi pada elektroda yang lain maka salah satu bilik akan bersifat asam sedangkan yang lain bersifat basa.Dengan mecampur kedua cairan dari dua bilik ini ketika mereka dibuang akan menghasilkan cairan netral sehingga permasalahan ini dapat diatasi. Akan tetapi kemampuan bakteri hidup dalam kondisi asam ketika sel dijalankan menjadi satu permasalahan lain sehingga dalam eksperimen tim menambhakan buffer secara periodic untuk mengatasi hal ini. Masalah ini tidak akan menjadi kendala ketika sistem kami telah menghasilkan sejumlah air terdesalinasi dalam jumlah yang cukup. Tak heran jika eksperimen tim ini di support oleh King Abdullah University of Science and Technology, Saudi Arabia and Ministry of Science and Technology, China

Sumber artikel dan gambar:

http://www.sciencedaily.com/releases/2009/08/090806112601.htm

Rabu, 14 Oktober 2009

Sampah Organik sebagai Bahan Baku Biogas
Ditulis oleh Beni Hermawan pada 26-08-2007

Jika kita berjalan-jalan ke pasar tradisional, pastilah akan kita jumpai sampah sayur-sayuran dan buah-buahan yang berton-ton jumlahnya. Sebagaimana sampah-sampah organik lainnya seperti kotoran ternak, ampas tebu, dan lain-lain, umumnya sampah organik tersebut tidak banyak dimanfaatkan, tetapi dibiarkan menumpuk dan membusuk, sehingga dapat menggangu pemandangan dan mencemari lingkungan. Salah satu cara penanggulangan sampah organik yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia adalah dengan menerapkan teknologi anerobik untuk menghasilkan biogas.

Secara ilmiah, biogas yang dihasilkan dari sampah organik adalah gas yang mudah terbakar (flammable). Gas ini dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi tanpa udara). Umumnya, semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas. Tetapi hanya bahan organik homogen, baik padat maupun cair yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Bila sampah-sampah organik tersebut membusuk, akan dihasilkan gas metana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Tapi, hanya CH4 yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Umumnya kandungan metana dalam reaktor sampah organik berbeda-beda. Zhang et al. 1997 dalam penelitiannya, menghasilkan metana sebesar 50-80% dan karbondioksida 20-50%. Sedangkan Hansen (2001) , dalam reaktor biogasnya mengandung sekitar 60-70% metana, 30-40% karbon dioksida, dan gas-gas lain, meliputi amonia, hidrogen sulfida, merkaptan (tio alkohol) dan gas lainnya. Tetapi secara umum rentang komposisi biogas adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Komposisi Biogas
Komponen %
Metana (CH4)
Karbon dioksida (CO2)
Nitrogen (N2)
Hidrogen (H2)
Hidrogen sulfida (H2S)
Oksigen (O2) 55-75
25-45
0-0.3
1-5
0-3
0.1-0.5

Dalam skala laboratorium, penelitian di bidang biogas tidak membutuhkan biaya yang besar tetapi harus ditunjang dengan peralatan yang memadai. Perangkat utama yang digunakan terutama adalah tabung digester, tabung penampung gas, pipa penyambung, katup, dan alat untuk identifikasi gas. Untuk mengetahui terbentuk atau tidaknya biogas dari reaktor, salah satu uji sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan uji nyala. Biogas dapat terbakar apabila mengandung kadar metana minimal 57% yang menghasilkan api biru (Hammad et al., 1999). Sedangkan menurut Hessami (1996), biogas dapat terbakar dengan baik jika kandungan metana telah mencapai minimal 60%. Pembakaran gas metana ini selanjutnya menghasilkan api biru dan tidak mengeluarkan asap.

Mekanisme Pembentukan Biogas
Sampah organik sayur-sayuran dan buah-buahan seperti layaknya kotoran ternak adalah substrat terbaik untuk menghasilkan biogas (Hammad et al, 1999). Proses pembentukan biogas melalui pencernaan anaerobik merupakan proses bertahap, dengan tiga tahap utama, yakni hidrolisis, asidogenesis, dan metanogenesis. Tahap pertama adalah hidrolisis, dimana pada tahap ini bahan-bahan organik seperti karbohidrat, lipid, dan protein didegradasi oleh mikroorganisme hidrolitik menjadi senyawa terlarut seperti asam karboksilat, asam keto, asam hidroksi, keton, alkohol, gula sederhana, asam-asam amino, H2 dan CO2. Pada tahap selanjutnya yaitu tahap asidogenesis senyawa terlarut tersebut diubah menjadi asam-asam lemak rantai pendek, yang umumnya asam asetat dan asam format oleh mikroorganisme asidogenik. Tahap terakhir adalah metanogenesis, dimana pada tahap ini asam-asam lemak rantai pendek diubah menjadi H2, CO2, dan asetat. Asetat akan mengalami dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian bersama-sama dengan H2 dan CO2 menghasilkan produk akhir, yaitu metana (CH4) dan karbondioksida (CO2).

Pada dasarnya efisiensi produksi biogas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor meliputi : suhu, derajat keasaman (pH), konsentrasi asam-asam lemak volatil, nutrisi (terutama nisbah karbon dan nitrogen), zat racun, waktu retensi hidrolik, kecepatan bahan organik, dan konsentrasi amonia. Dari berbagai penelitian yang penulis peroleh, dapat dirangkum beberapa kondisi optimum proses produksi biogas yaitu :

Tabel 2. Kondisi Optimum Produksi Biogas
Parameter Kondisi Optimum
Suhu
Derajat Keasaman
Nutrien Utama
Nisbah Karbon dan Nitrogen
Sulfida
Logam-logam Berat Terlarut
Sodium
Kalsium
Magnesium
Amonia 35oC
7 – 7,2
Karbon dan Nitrogen
20/1 sampai 30/1
< 200 mg/L
< 1 mg/L
< 5000 mg/L
< 2000 mg/L
< 1200 mg/L
< 1700 mg/L

Parameter-parameter ini harus dikontrol dengan cermat supaya proses pencernaan anaerobik dapat berlangsung secara optimal. Sebagai contoh pada derajat keasaman (pH), pH harus dijaga pada kondisi optimum yaitu antara 7 – 7,2. Hal ini disebabkan apabila pH turun akan menyebabkan pengubahan substrat menjadi biogas terhambat sehingga mengakibatkan penurunan kuantitas biogas. Nilai pH yang terlalu tinggipun harus dihindari, karena akan menyebabkan produk akhir yang dihasilkan adalah CO2 sebagai produk utama. Begitupun dengan nutrien, apabila rasio C/N tidak dikontrol dengan cermat, maka terdapat kemungkinan adanya nitrogen berlebih (terutama dalam bentuk amonia) yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri.

Nilai Potensial Biogas

Biogas yang bebas pengotor (H2O, H2S, CO2, dan partikulat lainnya) dan telah mencapai kualitas pipeline adalah setara dengan gas alam. Dalam bentuk ini, gas tersebut dapat digunakan sama seperti penggunaan gas alam. Pemanfaatannya pun telah layak sebagai bahan baku pembangkit listrik, pemanas ruangan, dan pemanas air. Jika dikompresi, biogas dapat menggantikan gas alam terkompresi yang digunakan pada kendaraan. Di Indonesia nilai potensial pemanfaatan biogas ini akan terus meningkat karena adanya jumlah bahan baku biogas yang melimpah dan rasio antara energi biogas dan energi minyak bumi yang menjanjikan.

Berdasarkan sumber Departemen Pertanian, nilai kesetaraan biogas dengan sumber energi lain adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Kesetaraan biogas dengan sumber energi lain
Bahan Bakar Jumlah
Biogas
Elpiji
Minyak tanah
Minyak solar
Bensin
Gas kota
Kayu bakar 1 m3
0,46 kg
0,62 liter
0,52 liter
0,80 liter
1,50 m3
3,50 kg

Penutup
Meskipun penelitian di bidang biogas bukanlah aspek baru dalam riset kimia, tetapi tidak menutup kemungkinan akan adanya pengembangan dalam penyempurnaan teknologi anaerobik untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas biogas yang lebih baik. Setidaknya beberapa misteri dalam bidang penelitian ini masih memerlukan pemikiran yang mendalam untuk memperoleh jawabannya seperti penentuan bakteri anaerobik yang paling baik, penentuan starter, pencarian bahan baku dan waktu optimum proses anaerobik. Selain itu, penelitian dibidang ini termasuk gampang-gampang susah dalam artian, meskipun secara terori dapat dihasilkan gas metana, tetapi dalam prakteknya terkadang para peneliti hanya mendapatkan sedikit sekali gas metana bahkan tidak sama sekali.

Sisi positif yang dapat kita ambil dari pengembangan teknologi anaerobik adalah bahwa tidak ada sesuatu pun yang tidak bermanfaat di bumi ini bahkan sebuah sampah sekalipun. Dengan teknologi anaerobik, selain memperoleh biogas, manfaat lainnya adalah akan diperoleh pupuk organik dengan kualitas yang tinggi, yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin, dan lain-lain yang tidak bisa digantikan oleh pupuk kimia.

Disarikan dari karya tulis ilmiah :
Beni Hermawan, Lailatul Qodriyah, dan Candrarini Puspita. 2007. Pemanfaatan Sampah Organik sebagai Sumber Biogas Untuk Mengatasi Krisis Energi Dalam Negeri. Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Jumat, 02 Oktober 2009

HUJAN ASAM




Hujan asam hingga saat ini telah menyebabkan kerugian hingga jutaan dolar. Kerugian yang ditimbulkan dari berbagai komponen seperti kerusakan hutan, kerusakan bangunan karena keropos termakan air hujan yang bersifat asam. Hujan asam juga berakibat pada rusaknya vegetasi dan kerusakan kehidupan air tawar, pertanian dan perikanan.
Hujan asam dapat mencapai pH 4,3. Penyebab utama terjadinya hujan asam adalah adanya polusi udara. Gas dari kendaraan dan asap-asap pabrik yang mengandung gas karbondioksida CO2, oksida belerang SO2, dan SO3, serta oksida nitrogen apabilabereaksi dengan air akan menghasilkan senyawa yang bersifat asam.
CO2(g)+H2O(l)→ CO23-(aq)+2H+(aq)
SO3(g)+H2O(l)→ SO42-(aq)+ 2H+(aq)
3NO2(aq)+ H2O(l)→ 2NO3(aq) +2H+(aq)+ NO
Hujan asam juga dapat menyebabkan bangunan gedung yang bahan dasarnya semen dan batu dapat rusak akibat reaksi:
CaCO3(s)+ 2H+(aq)→ Ca2+ (aq)+2H+(aq)+ CO2(g)
Hujan asam juga menyebabkan bahan yang terbuat dari logam mudah korosi dan keropos akibat bereaksi dengan asam.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarmo, unggul.2006.KIMIA UNTUK SMA KELAS XI.phibetha:jakarta